Kamis, 15 Juli 2010

Dapatkah Kita Menjadi Lebih Sabar?

Ternyata dampak kenaikan tarif dasar listrik (TDL) mempunyai efek yang sangat luas bagi masyarakat. Bukan hanya adanya kenaikan harga-harga kebutuhan bahan pokok, tetapi juga merosot tingkat daya beli masyarakat, serta inflasi yang menggerogoti kemampuan masyarakat secara luas. Rakyat tidak banyak mempunyai pilihan atas keputusan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) ini.

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Assosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, kenaikan TDL, sangat memukul para pengusaha, termasuk usaha kecil dan menengah (UKM). Di mana awalnya antara pengusaha dan pemerintah menyepakati kenaikan TDL kisarannya hanyalah 10-15 persen, tetapi kenyataannya antara 11-80 persen. Dampak kenaikan TDL ini akan semakin membebani kehidupan para pekerja, petani, nelayan, dan masyarakat dengan penghasilan yang kecil (marginal). Mereka akan semakin terpuruk dengan kenaikan TDL ini.

Penghasilan buruh, yang rata dibawah Rp 1, 500.000 itu, pasti tidak akan dapat menghadapi berbagai kenaikan harga, yang merupakan akibat dari kenaikan TDL. Rata-rata para pekerja di pabrik, para buruh tani, nelayan, dan masyarakat marginal, hidupnya akan semakin tergerus dengan adanya keputusan pemerintah yang menaikkan TDL. Keputusan yang sudah disepakati antara pemerintah dengan DPR. Inilah sebuah malapetaka bagi kehidupan rakyat, yang terus menerus di dera dengan kenaikan-kenaikan.

Selain adanya kenaikan TDL ini, sebentar lagi, pemerintah juga akan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang tujuannya untukmengurangi subsidi. Pemerintah bertujuan mengurangi subsidi secara drastis. Karena, subsidi bertentangan dengan konsep ekonomi kapitalis. Dengan kenaikan BBM ini, lebih-lebih akan semakin terpuruknya kehidupan rakyat secara luas. Mereka akan semakin tidak mampu menghadapi tingkat hidup dengan beban, yang semakin berat.

Tentu, skenario yang paling buruk adalah kemungkinan banyaknya perusahaan yang bangkrut, akibat dari kenaikan TDL dan BBM,yang dampaknya akan terjadi PHK terhadap jutaan kaum buruh, yang sekarang ini menggantungkan hidup mereka bekerja di sektor perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang ada terpukul akibat kenaikan TDL yang sudah berlangsung sejak 12 Juli lalu.

Pemerintah belum dapat mengurangi pengangguran yang setiap tahunnya, angka-angka pengangguran terus bertambah, dan ditambah dengan adanya kondisi perusahaan yang ada mengalami kebangkrutan dan kemudian menutup usaha mereka. Pasti ini akan mengakibatkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akan dilakukan perusahaan. Sebuah skenario yang sangat buruk bagi kehidupan bangsa Indonesia dan masa depan mereka.

Di bulan Juli dan Agustus ini, para orang tua, juga dihadapkan tahun ajaran baru di semua tingkatan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semuanya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Sementara itu, para orang tua, yang dari kalangan marginal, jangankan memikirkan biaya sekolah, menghadapi kebutuhan untuk mempertahankan hidup sehari-hari mereka sudah sangat pahit. Tidak mungkin mereka dapat menjalani kehidupan mereka. Termasuk memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka dengan kondisi ini. Mereka akan semakin jauh dari harapan untuk dapat hidup layak, dan dapat memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka, karena kondisi yang mereka hadapi akibat kebijakan pemerintah terus mereduksi (menggeroroti) kemampuan mereka untuk dapat bertahan hidup. Semakin hari seperti seakan-akan pemerintah ini sudah tidak mampu melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Jumlah orang miskin yang berhasil diangkat menjadi nol, karena munculnya orang miskin baru, yang jumlahnya jauh lebih besar lagi. Semuanya itu karena adanya kenaikan harga-harga, yang pemerintah tindak dapat mengendalikannya. Semuanya diserahkan kepada mekanisme pasar, dan pemerintah tidak mampu melakukan interv ensi. Inilah hukum pasar,yang menjadi ‘credo’ (aqidah) ekonomi kapitalis. Semuanya diserahkan kepada pasar. Karena itu, yang akan menikmati dari kebangkrutan rakyat miskin, tak lain kaum pemilik modal, yang semakin kaya,karena mereka menguasai jaringan ekonomi, yang sudah menjadi sebuah kartel.

Seharusnya Indonesia sudah memiliki sistem jaminan sosial yang dapat melindungi kelompok masyarakat miskin. Seperti bantuan bagi kaum miskin, para penganggur, pensiunan, dan jaminan kesehatan.

Dan, berdasarkan konstitusi mengeyahkan kemiskinan itu, merupakan tujuan dari kemerdekaan. Kenyataannya sejak Indonesia merdeka, tahun 1945, hingga kini, bukan semakin baik, hakikat kehidupan rakyat Indonesia, tetapi semakin jauh dari cita-cita yang ingin diwujudkan sebagai sebuah entitas bangsa yang merdeka dan berdaulat. Masih dapatkah kita bersabar? Wallahu’alam.
(www.eramuslim.com)

Bumi Alami Kepunahan Tiap 27 Juta Tahun


Ellyzar Zachra PB

INILAH.COM, Jakarta- Perhitungan terbaru ilmuwan mendapati kehidupan di bumi mengalami kepunahan setiap 27 juta tahun. Lalu kapan kepunahan itu akan terjadi lagi?

Selama kurun waktu 500 juta tahun terakhir, menurut Adrian Melott, seorang astrofisikawan di University of Kansas, bersama dengan Richard Bambach, seorang ahli paleontologi di Smithsonian Institute, kepunahan terjadi tiap 27 juta tahun.

Matahari memiliki tetangga yang besar dan gelap di mana mengorbit setiap 27 juta tahun. Hujan komet bisa keluar dari awan Oort di pinggiran sistem matahari dan akan menabrak Bumi.

Hipotetis ini disebut "Nemesis". Namun, periode kepunahan dan skala waktu yang mereka ukur bisa jadi berlebihan karena hampir 2 kali jumlah yang disebutkan studi sebelumnya.

Hal ini disebabkan dalam lingkup 500 juta tahun terakhir, matahari telah berada di posisi yang begitu dekat dengan bintang lainnya.

Sistem gravitasi telah menekan bintang untuk terkena dampak dari orbit Nemesis, sehingga menjadi siklus 27 juta tahun. Titik puncak ini bisa melambat sekitar 20% jika terjadi perubahan dengan aeon atau puncak siklus.

Bagaimanapun, tidak ada alasan untuk panik terlalu dini. Dengan jangka waktu persiapan 10 juta tahun, maka kita memiliki waktu yang cukup untuk melakukan.[ito]

Selasa, 13 Juli 2010

Survei BI Ungkap Bank Tebang Pilih Salurkan Kredit


Senin, 12 Juli 2010 18:03

Rilis survey Bank Indonesia (BI) pada Jumat (9/7) mengungkapkan bahwa, kalangan perbankan masih tebang pilih dalam menyalurkan kredit ke sektor riil. Terdapat sector-sektor tertentu yang dihindari oleh bank dalam menyalurkan kredit mereka, misalnya pada sektor industri tekstil dan garmen atau produk teksti (TPT).

Para bankir beralasan permintaan asing terhadap TPT dari Indonesia yang masih lemah. Persaingan yang tinggi dengan produk tekstil impor juga membuat risiko pembiayaan ikut melonjak.

Padahal survei kuartal itu bilang, bankir optimistis penyaluran kredit di kuartal III 2010 ini bakal terus meningkat meski sedikit melambat dari kuartal sebelumnya. Ini diperkuat oleh BI dalam pernyataannya bahwa, Mayoritas responden, yakni 13 bank dengan bobot 45,6% memperkirakan pertumbuhan kredit baru di kuartal tiga 2010 berkisar 4%-6%.

Optimisme tersebut dilandasi oleh beberapa hal yaitu, pertama, sampai saat ini rasio kecukupan modal bank masih baik. Kedua, peningkatan kualitas portofolio kredit dan likuiditas perbankan yang berlebih juga menjadi alasan utama. Juga, Kemampuan nasabah membayar meningkat dan informasi keuangan dari debitur baru serta jenis usaha feasible menjadi alasan eksternal utama yang mendukung ekspektasi tersebut.

Untuk jenis kredit, bankir memperkirakan penyumbang terbesar masih kredit investasi. Sayangnya, beberapa sektor masih masuk daftar yang dihindari. Salah satunya, sektor TPT. Toh, bankir menjamin itu bukan harga mati.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sofyan Basir menuturkan, sektor tekstil tidak sepenuhnya dicoret dari daftar. Hanya saja, pihaknya akan lebih selektif memilih debitur. Serta menurutnya itu berlaku untuk semua sector.

BI mengatakan, kredit konsumsi masih akan menjadi yang tertinggi untuk permintaan kredit baru. Penyumbang terbesar kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPR/KPA), lalu diikuti kredit multiguna.

Secara ringkas, survei tersebut menyebutkan, bank dengan penguasaan pasar kredit mencapai 91,8% memperkirakan kredit kuartal III 2010 bakal bertumbuh 5,2% hingga 5,6% (quarter to quarter). Sedangkan perkiraan pertumbuhan kredit di tahun 2010, menurut hasil survei tersebut bisa mencapai 19,7% hingga 21,4%.


Suryo Saputro (suryo@wartaekonomi.com)