Jumat, 30 April 2010

Hak Buruh

Buruh pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan, berupa pendapatan, baik secara jasmani maupun rohani. Ada yang bekerja lebih mengandalkan otak (profesional), sering disebut buruh 'kerah putih'. Ada pula yang mengandalkan tenaga otot, disebut 'kerah biru'.

Esok hari, setiap 1 Mei, dunia menyebutnya sebagai 'May Day' atau Hari Buruh. Pada hari itu merupakan hari libur bagi buruh di sebagian besar negara di dunia. Alasannya, 1 Mei menjadi fondasi usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial.

Di negeri ini, sejak pemerintahan Orde Baru, Hari Buruh tidak lagi diperingati.

Rezim Orde Baru menganggap gerakan buruh identik dengan paham komunis, khususnya sejak peristiwa 30 September 1965. Bahkan, peringatan Hari Buruh dianggap sebagai aktivitas subversif. Padahal, 'Labour Day' justru lebih banyak dirayakan di negara-negara yang antikomunis.

Sejak era reformasi, Hari Buruh kembali diperingati di Indonesia. Di sejumlah daerah marak aksi buruh yang menuntut hak-hak normatifnya terhadap pemilik modal. Kendati begitu, pemerintah belum menjadikan Hari Buruh sebagai hari libur nasional, seperti di negara lainnya.

Kita berharap peringatan Hari Buruh Sedunia esok hari, akan berjalan tertib, aman, dan lancar, seperti yang selama ini dilakukan sejak 1999. Memang, selalu ada kekhawatiran aksi buruh akan berakhir dengan rusuh dan anarkistis.

Kita berharap pemerintah dan pengusaha mendukung buruh untuk menuntut pemenuhan haknya. Namun, tidak perlu harus dengan aksi buruh yang menimbulkan kerusuhan. Ada beberapa yang patut disuarakan, seperti hak buruh dalam program jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), penghapusan sistem kerja kontrak, dan pemenuhan upah yang layak.

Selain itu, yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah desakan menunda pemberlakuan CAFTA (perdagangan bebas dengan ASEAN dan Cina). Beberapa industri kecil dan tradisional sudah 'melempar handuk', tanda menyerah. Nyata, kita belum siap bersaing dalam perdagangan bebas. Karena itu, pemerintah harus mencermati perkembangan kritis ini.

Yang tak kalah penting, pemerintah dan DPR harus segera merevisi UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, khususnya pasal yang mewajibkan setiap perusahaan wajib memberikan pesangon kepada pekerja yang diberikan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan apa pun. Pasal pesangon ini menjadi salah satu pemicu perusahaan melaksanakan sistem kontrak kepada sebagian besar pekerjanya.

Kasus kerusuhan Batam, baru-baru ini, tentu saja dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Buruh harus diperlakukan dengan adil, bukan berdasarkan identitas asal-usul seseorang, apakah tenaga asing atau tenaga yang berasal dari dalam negeri. Termasuk status sebagai buruh kontrak dan bukan sebagai tenaga tetap.

Apa pun, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap kebijakannya yang seringkali tidak berpihak kepada buruh. Juga harus bertanggung jawab terhadap ketidakadilan dalam hubungan tripartit (pengusaha, buruh/karyawan dan pemerintah).
(www.republika.co.id)

Selasa, 20 April 2010

Rahasia Rezeki

oleh : Mahiruddin Siregar

Manakala kita membicarakan soal rezeki, seringkali terjadi perbedaan pendapat apakah rezeki itu merupakan takdir dari Allah, atau merupakan hasil usaha dan kerja keras manusia ?

Pada hari Jumat yang lalu, saya shalat Jumat di masjid agung Al Azhar, tofik Khutbah adalah membahas misteri rezeki. Pertama sekali sang khatib menceritakan suatu kisah tentang dua orang bersahabat yang sedang duduk-duduk dan terlibat dalam satu perdebatan tentang rezeki. Salah seorang berpendapat bahwa bagimanapun rezeki itu sudah ditentukan oleh Allah SWT, mau kerja keras atau tidak Allah sudah menentukan takaran rezeki masing-masing insan ciptaan Nya,sedangkan temannya juga tetap bersikeras pada pendapatnya bahwa rezeki itu harus diusahakan, makin keras usaha makin banyak rezeki yang diberikan oleh Allah SWT.

Ditengah perdebatan tersebut tiba-tiba lewat seorang pedagang jeruk, dimana karena sesuatu hal gerobak jeruknya oleng dan hampir jatuh terbalik, untung saja salah satu dari dua orang itu segera membantu menahan gerobak tersebut hingga tidak sampai jatuh dan terbalik. Sebagai ucapan terima kasih, si pedagang membarikan 5 buah jeruk kepada teman yang menolong tersebut, dan kedua orang bersahabat itu memakan jeruk sampai habis.

Sehabis makan jeruk, perdebatan dilanjutkan lagi. "Coba kalau saya tidak berusaha membantu orang tadi apakah mungkin kita bisa makan jeruk hari ini ?" kata sipenolong dengan rasa penuh kemenangan. Namun tanpa disangka temannya yang satu lagi lebih merasa menang lagi dengan mengatakan "Buktinya saya yang tidak berusaha ikut menolong, malah menghabiskan 3 buah sedang anda hanya 2 buah jeruk saja " katanya sambil tersenyum.

Dari kisah diatas dapat disimpulkan bahwa pendapat kedua orang yang berdebat tersebut sama-sama benar.

Sesungguhnya misteri rezeki itu adalah sebagai berikut :

Pertama, bahwa Allah telah menjamin bahwa semua insan ciptaannya termasuk manusia, akan memperoleh rezeki untuk menopang kehidupannya. Tidak ada makhluk hidup yang tidak dijamin rezekinya oleh Allah selama dia masih hidup. Jaminan rezeki berakhir setelah dia meninggal atau mati.Rezeki janis ini disebut dengan rezeki yang dijamin.

Kedua, rezeki yang dibagikan. Allah akan membagikan tambahan rezeki bagi orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya, sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan kerja kerasnya. Barang siapa yang lebih mampu, lebih ahli dan lebih kerja keras akan memperoleh bagian yang lebih banyak, tanpa melihat apakah dia itu orang baik atau orang jahat, Allah tetap memberikan bagiannya masing-masing.Jika cara untuk mendapatkan bagian rezeki tersebut diridhoi Allah maka rezeki tersebut adalah halal, sedangkakn kalau caranya menyimpang dan tidak diridhoi oleh Allah, seperti curang, menipu, membohongi, mencuri, korupsi, dll, maka rezeki yang diperolehnya adalah haram.

Ketiga, rezeki yang dijanjikan. Allah telah menjanjikan rezeki bagi orang-orang baik dan suka menolong sesama makhluk, orang dermawan dan orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Allah, dengan ikhlas. Mereka ini akan memperoleh imbalan berlipat ganda, berupa rezeki yang datang dari sumber yang tidak diduga sebelumnya. Rezeki semacam ini tidak dijanjikan kepada orang jahat, rakus, suka menipu, dll perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah SWT.

Akhirnya marilah kita berusaha untuk mencari rezeki yang halal, kemudian jangan segan untuk membelanjakannya dijalan Allah, Insya Allah akan dibalas dengan imbalan yang setimpal.

Jangan lupa setiap harta atau rezeki yang kita peroleh selama didunia, kelak diakhirat akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT, dari mana asalnya dan dipergunakan untuk apa saja, jika semuanya sesuai dengan ketentuan dan ridho Allah, maka Alhamdulillah kita akan selamat, jika tidak, Naudzu billah..., siksa Allah sangatlah pedih.

Kamis, 08 April 2010

Impor Kedelai Bulog

Masih ingat ketika di awal-awal 2008 banyak industri tahu tempe limbung dihantam melambungnya harga kedelai dunia? Industri yang kebanyakan industri kecil itu tak bisa berbuat apa-apa ketika harga kedelai impor meroket, kecuali merumahkan karyawannya.

Harus diakui, ketergantungan kita terhadap kedelai impor masih sangat tinggi. Sampai saat ini produksi kedelai dalam negeri tercatat berada di kisaran satu juta ton per tahun. Sedangkan, kebutuhan domestik mencapai dua juta ton. Kekurangan pasokan kedelai itulah yang harus dipenuhi dari impor.

Tingginya ketergantungan itulah yang agaknya mendorong Perum Bulog untuk kembali menerjuni kegiatan impor beras, setelah terhenti sejak sebelas tahun lalu. Kembalinya Bulog mengimpor kedelai kemungkinan besar tak cuma lantaran ketergantungan impor yang makin tinggi, tapi juga karena dampaknya terhadap kestabilan harga kedelai di dalam negeri.

Dugaan kuat yang muncul terkait dengan ketergantungan impor tadi adalah adanya permainan jaringan perdagangan importir kedelai, yang menyebabkan harga domestik tidak stabil. Panen kedelai yang seharusnya bisa dinikmati petani sendiri, diduga selalu berbarengan membanjirnya kedelai impor di pasaran. Ini tentu mengganggu stabilitas harga dalam negeri, yang ujung-ujungnya merugikan petani.

Kembalinya Bulog mengimpor kedelai diharapkan mampu menstabilkan harga di pasaran sehingga petani dalam negeri dapat menikmati harga yang lebih baik. Bulog diharapkan mampu mengendalikan impor sekaligus mengawal agar kedelai bisa menjadi komoditas yang mencapai swasembada pada 2014. Wajar kalau kemudian kalangan legislatif pun melontarkan dukungan terhadap impor kedelai Bulog.

Hanya saja, kita juga perlu mengingatkan, impor kedelai sebagai instrumen stabilisasi harga, bukan satu-satunya cara. Bulog tetap perlu mengendalikan impor dengan cara mendorong peningkatan produksi kedelai di dalam negeri. Sehingga, keseimbangan harga dan pasokan bisa terjaga. Bersamaan dengan itu, Bulog dan instansi terkait lainnya, perlu menggencarkan sosialisasi demi mengangkat kembali kepercayaan petani untuk intensif menanam kedelai.

Di lain pihak, para pelaku industri agro yang menggunakan kedelai sebagai bahan, sudah saatnya menjadikan kedelai nonimpor pilihan utama produknya. Ini akan membantu menyerap kedelai petani negeri sendiri sekaligus meningkatkan kualitas panennya. Sudah saatnya pula ilmuwan pertanian bangkit; meneliti dan mengembangkan varietas kedelai unggul.

Kesiapan Bulog untuk kembali terjun ke kancah impor kedelai semestinya dipahami positif. Tapi, pengawasannya juga mesti sangat ketat. Jangan sampai Bulog justru terbawa arus permainan jaringan perdagangan importir kedelai. Kita tak ingin tujuan impor kedelai Bulog jadi melenceng lantaran tergiur keuntungan. Sebaliknya, Bulog harus mampu memotong habis jaringan perdagangan importir kedelai nakal, yang sering kali mengorbankan petani dan konsumen.

Kembalinya Bulog mengimpor kedelai sebagai upaya mengendalikan impor, bukan mencari keuntungan selayaknya menjadi momentum awal membangun kembali benteng ketahanan pangan negara agraris ini. Dalam era perdagangan bebas seperti sekarang, keberadaan benteng tersebut jelas mendesak. Kita ingin bangga mengonsumsi tahu dan tempe berbahan kedelai sendiri. Bukan kedelai bule.
(www.republika.co.id)