Kamis, 17 September 2009

Mudik

Republika.co.id, Selasa, 15 September 2009 pukul 01:49:00

Mudik


Awal pekan ini, arus mudik mulai meningkat. Kita kembali menyaksikan fenomena terbesar negara ini; mudik. Jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat, dengan beragam moda transportasi, mulai dari darat, laut, sampai udara. Mengarungi arus kemacetan berjam-jam, berdesakan di kereta api, kapal laut maupun udara, semua jadi tak berarti diguyur semangat Ramadhan dan Idul Fitri.

Mudik, dalam batas-batas tertentu, boleh jadi merupakan fenomena sosial ekonomi yang positif. Mudik memberi andil yang besar dalam menjaga nilai-nilai kekeluargaan, solidaritas, dan harmoni sosial. Mudik juga menjaga nilai-nilai kultural antara pemudik dan daerah asalnya. Dampak ekonomi mudik juga tidak bisa dipandang remeh. Bersamaan dengan mudik, triliunan rupiah uang mengalir setiap tahunnya ke daerah asal pemudik yang menggerakkan roda perekonomian lokal. Belum lagi konsumsi seperti di sektor transportasi, komunikasi, perdagangan, hotel, dan restoran.

Bergeraknya roda perekonomian tersebut tampak nyata. Pemudik tak akan pulang kampung ke halaman dengan tangan kosong. Hasil jerih payah selama sekitar setahun, seakan memang disiapkan untuk saat-saat seperti ini. Dana segar maupun dalam bentuk barang, dengan cepat mengalami perpindahan dari Ibu Kota ke daerah-daerah. Dari daerah kembali menyebar bahkan sampai ke daerah-daerah terpencil, menggerakkan kegiatan perekonomian lokal.

Di sisi lain, mudik memaksa pemerintah dan seluruh instansi terkait mempersiapkan infrastruktur terutama terkait transportasi dan komunikasi yang teramat dibutuhkan bagi pemudik. Semua pihak, dengan segala daya dikerahkan agar fenomena mudik berjalan lancar. Pendek kata, mudik mampu mendorong pergerakan roda perekonomian--baik di kota-kota besar maupun di daerah--lebih cepat dari biasanya. Mudik secara ekonomi mempunyai efek multiplier yang sangat besar.

Sayang, fenomena sebesar mudik hanya bisa kita saksikan sekali dalam setahun. Hanya saat mudiklah kita bisa menyaksikan bagaimana perekonomian lokal, formal maupun informal, mampu bergerak bersamaan tanpa saling mematikan. Bahkan, yang terjadi justru saling menopang. Perusahaan besar dan kecil beramai-ramai memberikan kemudahan perpindahan kegiatan perekonomian dan pusat ke daerah. Perusahaan besar dan kecil, berlomba-lomba melancarkan redistribusi ekonomi, penyebaran kegiatan ekonomi secara merata ke hampir seluruh daerah.

Kita tentu sangat berharap redistribusi ekonomi itu tetap bisa terlihat meski masa-masa mudik sudah usai. Kita tentu menginginkan fenomena positif mudik tersebut bisa terjadi setiap waktu. Infrastruktur yang siap pakai, nyaman dan aman, serta penyebaran kegiatan perekonomian ke daerah-daerah bisa kita saksikan setiap saat. Sehingga, perekonomian secara dapat benar-benar bergerak dan tumbuh secara mandiri, mengandalkan sektor-sektor perekonomian yang riil.

Sudah saatnya pemerintah memikirkan upaya-upaya redistribusi ekonomi dengan kontinuitas yang terjaga. Kegiatan-kegiatan usaha dan pusat-pusat bisnis, sudah waktunya dikembangkan di daerah-daerah. Sehingga, tak cuma terpusat di kota-kota besar, khususnya Ibu Kota. Peluang-peluang investasi usaha terutama sektor riil, di daerah perlu dibuka selebar-lebarnya, tanpa harus menggerogoti nilai dan norma kedaerahan. Sehingga, sumber daya di daerah bisa benar-benar dioptimalkan dan mampu menghidupkan ekonomi lokal, yang ujung-ujungnya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Mudik adalah pelajaran berharga jika serius ingin menghapus kesenjangan ekonomi pusat dan daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar