Sabtu, 12 September 2009

Sengketa Budaya Anak Nusantara

Oleh : Mahiruddin Siregar


(peta nusantara, by masjid nusantara, ww.flickr.com)


Indonesia dan Malaysia adalah dua negara serumpun disamping Brunai Darussalam, Singapura, Papua Newgini dan Timor Leste ditambah beberapa suku bangsa di Filipina (bangsa Moro) dan Thailand (bangsa Pattani). Semuanya adalah anak bangsa yang mendiami wilayah Nusantara.

Mereka hidup damai dan sejahtera selama berabad-abad, meskipun mereka terdiri dari beberapa kerajaan yang silih berganti memiliki kekuasaan dominan diantara sesamanya. Kerajaan yang paling berpengaruh dan paling luas daerah kekuasaannya adalah Majapahit dan Sriwijaya.

Tapi sayang seribu kali sayang, kedamaian dan rasa persaudaraan itu dirusak dengan terjadinya bencana besar yang dibawa oleh kaum penjajah yang mencaplok dan membagi-bagi Nusantara menjadi beberapa negara koloni dibawah kekuasaan Belanda, Inggris , Portugis dan Spanyol.

Setelah berabad-abad dibawah kungkungan para penjajah, negara-negara anak jajahan itu akhirnya dapat memerdekakan diri masing-masing, tetapi tetap terpecah belah sesuai dengan wilayah pada saat penjajahan, tidak ada lagi Satu Negara dibawah naungan Nusantara Raya.

Akibatnya diantara negara-negara anak Nusantara tersebut terjadi persaingan sengit dalam hal ekonomi, politik dan budaya.

Awalnya persoalan budaya tidak begitu penting untuk diperebutkan, tetapi akhir-akhir ini peninggalan budaya nenek moyang yang terus dilestarikan dapat menjadi aset berharga untuk memajukan pariwisata, sekaligus menjadi penghasil devisa yang sangat besar bagi negara yang dapat memanfaatkannya.

Indonesia sangat dikenal oleh dunia internasional berkat keindahan alam dan budaya pulau dewata Bali, yang telah menjadi andalan pariwisata utama Indonesia sejak lama. Begitu juga beberapa daerah wisata lainnya seperti Yogyakarta, Danau Toba, Tana Toraja, Taman Laut Bunaken, dll. Semuanya juga telah lama terkenal sebagai kekayaan wisata Indonesia.

Akhir-akhir ini negeri jiran Malaysia, yang secara ekonomis sedikit lebih maju daripada Indonesia, mulai melirik dan memanfaatkan dunia pariwisata (tourism) sebagai andalan pemasukan devisa negaranya. Tidak tanggung-tanggung, mereka sangat getol mengiklankan Visit Malaysia dengan jargon Trully Asia.

Dalam hal management dan kecukupan fasilitas dan finansial mereka lebih unggul daripada Indonesia, tetapi dalam hal kekayaan budaya, Indonesia jauh lebih unggul.
Buktinya budaya Indonesia sangat digemari dinegari jiran tersebut, mulai dari tari-tarian, film dan musik. Jangan heran kalau hampir semua musisi Indonesia sangat banyak digemari oleh warga Malaysia, sampai-sampai musisi Malaysia menjadi gerah karena hampir semua stasion radio disana lebih suka memutar lagu-lagu Indonesia daripada lagu-lagu Malaysia. Sehingga ada ungkapan kalau sudah diatas jam 22.00 mendengar radiao-radio di Malaysia seperti berada di Jakarta saja.

Miskinnya identitas diri dan budaya anak Malaysia mengakibatkan mereka sering sekali mengakui budaya asal Indonesia sebagai budaya Malaysia sendiri, seperti batik, angklung, lagu Rasa Sayange, reog Ponorogo dan terakhir tari Pendet yang berasal dari Bali.

Mereka beralasan bahwa budaya tersebut telah lama ada di Malaysia, yang katanya merupakan warisan budaya Nusantara, dimana Malaysia juga adalah salah satu bagian dari Nusantara.

Statement itu ada benarnya, sebab kedua bangsa sebetulnya hampir sama dalam banyak hal mulai dari perawakan dan warna kulit, bahasa, pakaian, makanan, dll, sehingga apa yang disukai oleh orang Indonesia sangat besar kemungkinan disukai juga oleh orang Malaysia. Contohnya lagu-lagu Indonesia seperti disebutkan diatas sangat disenangi oleh rakyat Malaysia, dan sebaliknya ada beberapa lagu Malaysia yang digemari di Indonesia.

Bahkan lagu kebangsaan Malaysia "Negaraku" , meskipun judul dan liriknya berbeda, konon lagu tersebut sangat mirip dengan lagu pop Indonesia tahun 1930-an yaitu Terang Boelan. Lagu ini sempat menjadi theme song film Terang Boelan pada tahun 1938. Film dan lagu Terang Boelan sangat terkenal sampai ke Malaysia yang pada waktu itu masih bernama Malaya.

Hiruk pikuk mengenai sengketa budaya antara anak Nusantara tersebut yang bagi sebagian besar anak bangsa Indonesia merupakan "pencurian" budaya Indonesia oleh Malaysia sungguh sangat menghabiskan energi untuk mendudukkan perkaranya secara jernih.

Terlebih lagi selain klaim budaya tersebut Malaysia juga suka mengklaim wilayah Indonesia sebagai wilayah mereka, sehingga akibat kelalaian Indonesia, dua pulau pindah tangan menjadi milik Malaysia yaitu Sipadan dan Ligitan. Dan kini sedang dalam sengketa pula kepemilikan pulau Ambalat.

Masih banyak lagi perkara-perkara yang menjadikan konflik antara Indonesia dan Malaysia seperti masalah TKI, Manohara dan putra mahkota Klantan, Noordin M Top gembong teroris dari Malaysia yang beroperasi di Indonesia, dll.

Saya rasa masalah-masalah seperti tersebut diatas akan terus terjadi dan berulang dikemudian hari, sebagaimana masalah antar tetangga. Walaupun dapat diselesaikan satu masalah, masalah yang lain akan timbul kembali, selama masalah pokok dan utama tidak dipecahkan.

Kita adalah bangsa yang sama, memiliki ras, tradisi dan budaya yang sama, kenapa kita tidak bersatu saja lagi dibawah Negara Nusantara Raya ?

Jika itu terjadi, saya yakin sengketa anak Nusantara akan berakhir dengan sendirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar