Selasa, 29 Juni 2010

Saham Sektor CPO Masih Gurih?


9/06/2010 - 09:51
Susan Silaban


INILAH.COM, Jakarta - Indonesia memiliki delapan perusahaan CPO yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Kinerjanya pun terus melejit. Namun apakah saham CPO ini masih ‘gurih’?

Kedelapan emiten CPO kini bisa menjadi pilihan pelaku pasar modal. Seperti PT Astra Agro Lestari (AALI), PT Gozco Plantations (GZCO), PT London Sumatera (LSIP), PT Sampoerna Agro (SGRO), PT Smart (SMAR), PT Tunas Baru Lampung (TBLA), PT Bakrie Sumatra (UNSP), dan PT BW Plantation (BWPT).

Analis saham independen, Teguh Hidayat menguraikan kebanyakan dari perusahaan-perusahaan tersebut hanya merupakan ‘pekerjaan sambilan’ dari grup-grup konglomerasi yang memang bergerak di banyak bidang dan sektor.

Meski bukan merupakan perusahaan yang ‘serius’, diakuinya CPO merupakan salah satu sektor paling penting di Indonesia. Pada akhirnya perusahaan-perusahaan CPO tersebut memiliki nilai aset yang cukup besar.

Pada laporan keuangan kuartal pertama 2010, rata-rata aset mereka adalah Rp5,5 triliun. UNSP menjadi perusahaan paling besar dengan aset Rp12,5 trilun, dan yang terkecil adalah BWPT dengan aset Rp1,6 triliun. Nilai aset UNSP pada kuartal pertama 2009 sebenarnya cuma Rp4,8 triliun.

“Penambahan aset dari utang obligasi dan tambahan modal membuat UNSP menggeser SMAR sebagai perusahaan CPO terbesar di Indonesia jika dilihat dari asetnya,” telisik Teguh kepada INILAH.COM, Senin (28/6).

Pada kuartal I 2010, SMAR mencatat nilai aset Rp9,7 triliun, turun 5,1% dari periode yang sama 2009 sebesar Rp10,2 triliun. Kenaikan laba operasi terbesar adalah SMAR dengan 164,0% sekaligus mencetak kenaikan laba bersih terbesar sekitar 5947,4% atau hampir 60 kali lipat.

Perusahaan yang mencatat kenaikan penjualan terbesar adalah SGRO dengan 93,7%. Jika dilihat dari kenaikan kinerjanya, SGRO adalah yang paling pesat dengan mencatat kenaikan penjualan 93,7%, laba operasional menguat 116,8%, dan laba bersih melonjak 219,4%.

AALI mencatat price earning ratio (PER) 31,6 kali atau terbesar di sektor CPO dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp34,3 triliun. “Harga wajarnya kalau dilihat dari fundamentalnya sebenarnya cuma Rp15.000-17.000, meski kalau dilihat dari sisi teknis, AALI layak berada pada posisi di atas Rp20.000,” prediksinya.

“Beberapa perusahaan seperti GZCO, TBLA, dan BWPT, sebenarnya mengalami penurunan penjualan, termasuk laba operasional mereka juga turun,” imbuhnya.

Namun, pendapatan di luar operasional seperti dari bagian perusahaan asosiasi, keuntungan kurs, hingga penurunan bunga pinjaman, membuat ketiga perusahaan tersebut tetap mencatat kenaikan laba bersih yang signifikan.

UNSP adalah satu-satunya perusahaan CPO yang mencatat kerugian pada kuartal I 2009 silam sebesar Rp130 miliar. Namun pada kuartal I tahun ini, mereka berhasil mencatat laba bersih meski cuma Rp64 miliar.

Jika dilihat dari perbandingan laba bersih dengan nilai aset dan ekuitasnya, SMAR yang mencatat laba bersih Rp439 miliar merupakan perusahaan CPO yang paling menguntungkan dengan return on assets (RoA) 18,1%, dan return on equity (RoE) 33,6%. Sedangkan UNSP adalah yang paling tidak menguntungkan dengan RoA 2,1%, dan RoE 3,4%.

Sedangkan saham TBLA adalah pilihan terakhir. Mempertimbangkan nilai PER-nya yang baru 9,2 kali, kapitalisasi pasar hanya 1,7 kali nilai ekuitasnya, dan kenaikan laba bersih sebesar 96,7%.

Secara keseluruhan, penjualan kedelapan perusahaan CPO pada kuartal I-2010 naik 21,8% dibandingkan kuartal yang sama 2009. Laba operasional naik 63,1%, dan laba bersih naik 287,3%.

“Kesimpulannya, pada kuartal I-2010 ini sektor CPO menunjukkan kenaikan kinerja yang lumayan. Semua perusahaan mencatat kenaikan laba bersih dan juga kenaikan nilai ekuitas,” urainya. [mdr]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar