Selasa, 30 Maret 2010

Dorong Industri Hilir Sawit

EH Ismail

JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menargetkan pembangunan industri hilir berbasis kelapa sawit. Visi pembangunan industri hilir sawit itu tertuang dalam cetak biru pembangunan sawit nasional sampai 2020.

Pada tahun ini, pemerintah setidaknya bakal mendorong terwujudnya pembangunan industri hilir sawit di tiga lokasi khusus, yaitu di Semangke (Sumatra Utara), Kuala Enok dan Dumai (Riau), serta Malowi (Kalimantan Timur).

''Pembangunan industri hilir yang bahan bakunya sawit itu untuk meningkatkan pemakaian sawit di dalam negeri,'' kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Ahmad Mangga Barani, usai melakukan pertemuan dengan 18 perusahaan sawit nasional di Jakarta, Senin (29/3).

Industri hilir sawit, lanjut Mangga Barani, meliputi pembangunan infrastruktur pendukung perdagangan serta distribusi kelapa sawit berupa pelabuhan, pembangunan pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng, dan pembangunan industri biodiesel.

Pada 2020, pemerintah menargetkan produksi sawit nasional mencapai 40 juta ton per tahun. Dengan pengembangan industri hilir sawit, diharapkan terjadi keseimbangan pemanfaatan sawit dalam negeri dengan ekspor. Lonjakan pemanfaatan sawit nasional berpotensi membuka lapangan kerja baru pada dunia industri sawit.

Selama ini, kata dia, pemakaian sawit nasional relatif masih kecil. Dari sekitar 19 juta ton produksi total sawit per tahun, baru enam juta ton sawit yang digunakan di dalam negeri.

Mengenai pertemuan dengan 18 perusahaan sawit, Mangga Barani menerangkan, kegiatan itu dipicu kampanye Greenpeace terkait proses produksi sawit nasional. Greenpeace menyeru negara-negara Eropa untuk tidak membeli produk sawit Indonesia lantaran proses produksinya tidak memerhatikan konservasi lingkungan.

Secara khusus Greenpeace menyoroti lahan-lahan sawit milik PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT Smart) di Kalimantan Tengah. Produksi sawit PT Smart di Kalimantan Tengah selama ini dibeli oleh grup perusahaan Nestle dan Unilever.

Akibat kampanye Greenpeace, kata Mangga Barani, Unilever dan Nestle mengevaluasi kontrak dagang mereka dengan PT Smart. Perusahaan-perusahaan itu sedang membicarakan solusi bersama guna menjawab tudingan Greenpeace.

''Mereka sepakat membentuk tim independen yang bertugas memverifikasi lahan-lahan milik Smart. Tim ini yang akan menilai apakah tuduhan Greenpeace benar atau tidak.'' Pembentukan tim independen itu diharapkan selesai pada pekan ini.

Mangga Barani menambahkan, kasus yang menimpa PT Smart menjadi pelajaran bagi produsen sawit skala besar nasional untuk melakukan langkah sistematis bila terjadi masalah serupa. ''Pemerintah dan pengusaha-pengusaha sawit nasional telah menyamakan pandangan, produksi sawit akan terus kita genjot walaupun Greenpeace melakukan kampanye negatif.''

Indonesia dan Malaysia menjadi pemain utama produksi CPO di pasar global. ed: wachidah


Masih Ungguli Malaysia

Produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia pada 2010 diprediksi masih bisa mengalahkan Malaysia.
Indonesia diprediksi akan mampu memproduksi CPO hingga 23,2 juta ton pada 2010 atau naik 2,5 juta ton (10,7 persen) dibandingkan tahun sebelumnya.

Produksi Minyak Sawit Indonesia (Ton)

Tahun Volume

2006 15 juta
2007 17,27 juta
2008 19,33 juta
2009 20,2 juta
2010 21 juta *

Ket : *) prediksi

(www.republika.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar