Minggu, 13 Desember 2009

Hasil Karya Anak Bangsa

Terapi Kanker Nano Buatan Anak Negeri

Tidaklah sia-sia Andi Hamim Zaidan dan 10 rekannya menghabiskan waktu dua tahun berkutat di Laboratorium Photon Universitas Airlangga, Surabaya. Penelitian yang mereka lakukan menuai hasil menggembirakan. Mereka sukses membuat prototipe gold nanoparticle (GNP) berdiameter 20 nanometer dan 30 nanometer. Partikel berukuran supermini ini bisa menyusup ke dalam tubuh, lalu mencari dan menghancurkan sel-sel kanker.

Untuk mendeteksi lokasi sel kanker (selective cancer therapy), kata Zaidan, GNP dilengkapi dengan sensor pintar yang terbuat dari antigen atau polyetilenglycol (PEG). Setelah mengunci lokasi sel-sel kanker, tubuh pasien disinari dengan photothermal therapy (PTT). Proses radiasi gelombang elektromagnetik (lazimnya memakai sinar infra merah) mengubah energi cahaya menjadi panas yang sanggup membunuh sel-sel jahat itu.

"Pada saat ini, prototipe GNP kami belum dilengkapi dengan sensor pintar karena harus dikarakterisasi dulu sifat optik dan termalnya," ujar dosen Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya, itu.

Pada tahap karakterisasi, pihaknya menggandeng Laboratorium Optik Fisika Universitas Airlangga. Sebab diperlukan mikroskop elektron (jenisnya: SEM atau TEM) untuk melihat GNP secara visual. Alat ini masih sangat jarang di Indonesia.

Usai tahap karakterisasi, penelitian masuk ke tahap eksperimen terapi in vitro, dengan menumbuhkan sel kanker di luar tubuh induk (host). Setelah itu, GNP diujicobakan pada hewan sebelum bisa diterapkan pada pasien penderita kanker. Sejak tahap in vitro dan in vivo, Zaidan akan menggandeng rekan-rekan dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Bila dipakai sebagai terapi kanker, Zaidan menambahkan, sebaiknya bentuk partikel nano yang terbuat dari emas itu bulat atau batang. Ukurannya maksimal 50 nanometer agar bebas menembus masuk jaringan tubuh. Target penelitian mereka adalah menyintesis GNP berdiameter terkecil, yaitu 15 nanometer.

GATRA (Dok. GATRA)

Penelitian GNP sebagai alat terapi kanker bukan kali ini saja dilakukan. Beberapa negara melakukannya sejak beberapa tahun lalu. Namun, menurut Zaidan, risetnya berbeda dari sisi pengembangan teori dan metode sintesis. Pada tahap teori, mereka mengembangkan model PTT memakai GNP dan carbon nanotube (CNT) lengkap, mulai simulasi foton dalam jaringan sampai dosimetri terapi.

Dosimetri berarti penentuan cara pemaparan sinar, durasi, daya, dan panjang gelombang radiasi elektromagnetik. Model PTT memang terkait erat dengan photodynamic therapy (PDT). Bedanya, PTT tidak memerlukan oksigen untuk berinteraksi dengan sel atau jaringan target.

PTT juga bisa memakai cahaya dengan panjang gelombang yang kurang energik, sehingga tidak terlalu berbahaya untuk sel dan jaringan lain. "Belum ada teori yang lengkap untuk ini, apalagi yang memakai CNT," kata peraih gelar sarjana dan master dari Institut Teknologi Bandung itu.

Hal baru lainnya dari riset tim Zaidan adalah tidak menyintesis GNP dengan reaksi kimia seperti lazim dipakai dalam riset-riset di luar negeri. Alasannya, bahan baku untuk sintesis menggunakan reaksi kimia sangat mahal dan harus diimpor. Ia mencontohkan, ada satu bahan yang harganya mencapai Rp 3 juta per gram.

Karena itulah, tim Zaidan memilih mencari bahan baku lokal sebagai alat sintesis. Model sintesis baru ini lebih mudah dan lebih murah, tanpa mengurangi tingkat keakuratan dan punya efek samping minimal.

Perbandingannya, bila memakai bahan impor, produksi GNP membutuhkan dana US$ 250 sampai US$ 500 per mililiter. Bila memakai bahan lokal, biaya produksinya hanya Rp 25.000 per 100 mililiter atau 20 kali lipat lebih murah. "Jadi, prediksi saya, jika riset kami sudah mapan dan sudah bisa digunakan, biaya terapi tidak akan lebih dari Rp 50.000," ujar lajang kelahiran Mojokerto, Jawa Timur, berusia 26 tahun itu.

Selain mengembangkan GNP sebagai alat terapi kanker, tim Zaidan juga tengah mengembangkan CNT sebagai agen selective cancer therapy dan diagnosis. Untuk diagnosis, mereka mencoba membuat contrast agent untuk magnetic resonance imaging (MRI) dan biomarker.

Kini penelitian CNT baru selesai pada tahap teori dan model. Selangkah di belakang GNP adalah yang telah masuk tahap eksperimen. Sumber dana penelitian itu berasal dari Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional dan Universitas Airlangga.

Astari Yanuarti, dan Arif Sujatmiko (Surabaya)
[Ilmu dan Teknologi, Gatra Nomor 4 Beredar Kamis, 3 Desember 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar