Sabtu, 18 Juli 2009

Jakarta, kenapa meledak lagi ?

Oleh : Mahiruddin Siregar

Jumat pagi 17 Juli 2009, masyarakat dikejutkan lagi dengan tragedi teror bom JW Marriott kedua kalinya setelah pada thn 2003 hotel ini dilanda bom juga. Bahkan kali ini didahului oleh ledakan di hotel Ritz Carlton, yang letaknya berseberangan. Korban tewas 9 orang dan luka 55 orang.

Indonesia pun kembali berduka, Indonesia menanggung malu lagi ditengah pergaulan dunia.

Bermacam analisa dan opini publik berseliweran, ada yang menuduh bahwa yang bertanggung jawab masih kelompok JI dan Nurdin Top cs, dimana katanya terlalu banyak anggota teror JI yang telah bebas karena hukumannya sudah selesai, dan kemungkinan mereka masih dendam.
Adapula yang mengkaitkan dengan pilpres, dan ada lagi yang menghubungkan dengan rencana untuk menggagalkan kedatangan Manchester United (MU) ke Indonesia. Semua opini boleh saja berkembang, tetapi yang paling kita tunggu adalah hasil pengusutan kepolisian, mudah-mudahan jawabannya bisa kita dapatkan secepat mungkin.

Ada yang sangat mengganggu akibat teror kali ini, bermula dari pidato presidan SBY, yang terlalu emosional, dan terlanjur memaparkan temuan intelijen pada saat menjelang pilpres yang lalu, dimana ada rencana revolusi kalau SBY terpilih lagi, latihan teroris yang menjadikan foto SBY jadi sasaran tembak, rencana menduduki KPU, rencana menggagalkan pelantikan presiden kalau SBY terpilih lagi, dll.

Maka jadilah teror bom kali ini menjadi ajang polemik, wapres JK yang juga salah satu capres menyangkal hal itu, kalau berkaitan dengan pilpres, berarti otak teror JK atau Megawati dong, katanya. Itu tidak benar lanjutnya, yang benar polisi dan BIN terlalu fokus dalam pengamanan pilpres, sehingga kebobolan lagi dalam penanganan teroris.

Lain lagi dengan ibu Megawati yang juga salah seorang capres, dengan tegas mengharapkan agar masalah teror ini jangan dipolitisir.

Begitu juga pak Prabowo sebagai cawapres Megawati, beliau juga tidak sependapat kalau teror ini berkaitan dengan pilpres. Dia mengatakan bahwa teroris adalah musuh kita bersama, dia tidak pernah berniat melakukan teror, malah kalau perlu dia ingin menemui presiden SBY untuk berpartisipasi membasmi gerakan teroris tersebut.

Saya rasa kita semua berharap agar temuan intelijen seperti diatas tidak jadi kenyataan, kita lebih berharap agar pelakunya masih kelompok lama yaitu Nurdin Top cs, karena kalau meluas ke kelompok lain, apalagi ada hubungannya dengan pilpres, maka urusannya pasti semakin ruwet dan akan berkembang kemana-mana.

Sekarang kita ingin membahas akibat kejadian tersebut terhadap kehidupan kita kedepan, terutama dalam hal rasa aman dan ekonomi yang terganggu. Rasa aman tentu akan terganggu dan wasa-was akan terjadi teror lagi akan terus menghantui. Tetapi biasanya kalau sudah kejadian, pengamanan akan lebih ketat.

Yang sering membuat ketakutan berlebihan adalah kegemaran kita untuk membesar-besarkan nya dalam hal kemerosotan ekonomi, nilai tukar rupiah langsung anjlok, harga saham dipasar modal juga runtuh, para investor lari, dunia akan mengucilkan kita, dll.

Antisipasi kedepan agar ketakutan tersebut tidak lagi terjadi dikemudian hari, disamping pihak keamanan harus dapat mencegah terjadinya kembali teror, juga pemerintah dan pegusaha kita harus segera mewujudkan mimpi-mimpi Indonesia, agar kita mandiri dan berdaulat dalam politik, ekonomi dan kebudayaan.

Jangan lagi kita tergantung dengan luar negeri terutama Amerika Serikat. Selama ini keuangan dan ekonomi kita sangat tergantung kpd asing, rupiah sangat tergantung dengan dollar, IHSG sangat tergantung dengan investor asing.

Sudah saatnya kita buktikan kecintaan kepada Indonesia.

Saatnya kita lebih cinta rupiah daripada valuta asing, para pengusaha harusnya lebih cinta bank nasional daripada bank asing tempat menyimpan uangnya, investor lokal seharusnya lebih senang berinvestasi di pasar modal kita daripada di pasar modal asing.

Kalau bukan kita yang menyayangi bangsa dan negara kita, siapa lagi yang diharapkan ??

Tidak ada komentar:

Posting Komentar