Minggu, 12 Juli 2009

Nansondang Milong-ilong

Oleh : Mahiruddin Siregar

Konon menurut satu legenda di Tapanuli, dahulu kala terdapat satu kerajaan yang sangat makmur diperintah oleh raja yang sangat adil dan bijaksana.

Sang raja mempunyai seorang putri nan cantik jelita, anggun dan berperilaku mulia, santun, ramah dan menyayangi semua orang dari bangsawan sampai jelata, dari yang kaya raya sampai yang melarat.

Sang putri bernama Nansondang Milong-ilong.

Seperti lumrah kita tahu, pada zaman dulu, seorang putri sebelum menginjak usia 20 tahun sudah harus dinikahkan, apalagi sang raja sudah mulai berusia lanjut, manapula sang putri adalah semata wayang tidak punya saudara laki maupun perempuan.

Kebetulan pinangan dari para putra mahkota kerajaan-kerajaan sekitar telah banyak yang datang, tetapi masih saja ditolak oleh sang putri.

Semakin hari, hati sang raja semakin sedih memikirkannya, hingga ia minta tolong kepada sang permaisuri agar berkenan menanyakan kepada sang putri kenapa semua pinangan ditolak ?

Sang permaisuri pun menemui anak semata wayangnya, manyampaikan hal kegundahan hati sang raja.

Sang putri mendengarkan dengan seksama semua penuturan sang ibunda permaisuri, sementara hatinyapun merasa kasihan juga kepada sang ayahanda raja, sehingga meski dengan hati berat iapun akhirnya berkenan untuk menuruti kehendak ayahnya itu.

Tetapi berhubung karena pada saat itu ia telah lupa siapa-siapa yang telah pernah melamarnya, sehingga ia sulit untuk menentukan pilihan, maka ia minta agar sang raja berkenan kembali mengundang semua putra mahkota dan bangsawan kaya raya yang pernah meminangnya.

Agar tidak memakan waktu banyak biarlah semuanya datang sekaligus dan sang putri akan menentukan pilihannya.

Mendengar berita dari permaisuri, hati sang raja berbinar-binar, maka segala sesuatupun dipersiapkan, segera dikirim utusan kepada semua putra mahkota dan bangsawan sekitar kerajaan untuk ikut semacam kompetisi memperebutkan sang putri.

Pendek cerita hari yang ditentukanpun tiba, para tamu kerajaan telah berdatangan dengan segala pakaian kebesaran masing-masing, para putra mahkota dan bangsawan yang ikut mengadu nasibpun sudah memamerkan segala kekayaan dan kejayaannya, dan mereka berusaha sedapat mungkin untuk mencuri perhatian sang putri.

Semuanya menuju tempat masing-masing yang telah ditentukan mengelilingi alun-alun, dimana semuanya dengan hati berdebar manantikan kedatangan sang putri yang kan segera menentukan pilihan.

Setelah sang putri datang dan beberapa acara seremonial telah dilakukan, maka tibalah saatnya kepada acara puncak yaitu pemilihan sang pendamping putri.

Sebelum menentukan pilihannya sang putri terlebih dahulu meminta maaf kepada sang raja, permaisuri, para bangsawan dan rakyat kerajaan dan juga para putra mahkota dan bangsawan beserta rombongan masing-masing, kalau nantinya ternyata pilihannya tidak sesuai dengan keinginan.

Secara perlahan kemudian sang putri pun mulai menari (manortor dalam bahasa Batak), mungkin cara itu bisa membantunya untuk menentukan pilihan lebih mudah, tetapi tidak, semakin lama ia menari, belum juga ada yang dipilih, semuanya menurutnya patut dipilih, karena ia memiliki sifat keadilan yang sangat sulit membedakan, ia bingung, tanpa disadari tangannya menunjuk kepada salah satu putra mahkota, sontak rombongan putra mahkota tersebut bersorak sorai kegirangan, tetapi kemudian tangan lain putri menunjuk putra mahkota yang lain, kemudian tumbuh tangan yang baru dan menunjuk bangsawan lain, tumbuh lagi tangan yang lain menunjuk pula pura mahkota lainnya, dan akhirnya tangan sang putri menjadi banyak, sebanyak para putra mahkota dan bangsawan yang ikut kompetisi, ternyata semuanya dipilih oleh sang putri tanpa pandang bulu.

Dan kini tubuh sang putri telah berubah, tangan-tangannya berganti menjadi pelepah, bajunya berganti menjadi ijuk, badannya menjadi pohon, dari tangannya keluar daun hijau, dari celah pelepah tumbuh tandan nira dan kolang-kaling.

Terakhir ia menangis sambil berkata, mulai sekarang aku akan membagi cinta dan kasih sayangku kepada semua orang, bukan hanya kepada para pelamarku, tetapi semua manusia.

Semua yang ada dalam diriku ini dapat dipergunakan oleh manusia, ijukku berguna untuk atap rumah, tali atau sapu, pelepahku dapat digunakan untuk kayu bakar atau kandang ternak, rangka daunku dapat digunakan sebagai sapu lidi atau bahan kerajinan, batangku untuk papan, tiang dll, saguku dapat diolah menjadi makanan, air niraku dapat diolah menjadi gula, buah kolang-kalingku jadi makanan.

Pokoknya semua yang ada dalam diriku untuk semua manusia.

Demikianlah sejarah kejadian pohon enau, aren (bargot atau agaton bahasa Batak) menurut legenda yang dipercaya oleh para tetua dulu di Tapanuli.

Notes : 1. Gbr manortor, image search Yahoo.com, www.flickr.com/photos/basibanget/3417809248.
2. Gbr pohon aren, image search Yahoo.com, www.diankusumanto.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar