Minggu, 02 Agustus 2009

Ketika Study Pertanian Tidak Diminati

Oleh : Mahiruddin Siregar

(Pertanian Indonesia by gizi_fema, www.flickr.com 3268998790_0f8d4ed421_m.jpg)

Ada kabar tidak mengenakkan terkait dengan penerimaan mahasiswa baru pada beberapa PTN untuk tahun ajaran 2009-2010, beberapa study pertanian seperti ilmu tanah, ilmu pemuliaan tanaman, ilmu peternakan, dll di wilayah timur Indonesia, kurang sekali peminat nya, bahkan ada salah satu yang peminatnya hanya 1 orang, itupun tidak lulus.

Kabar itu sungguh membuat miris bagi negeri yang notabene adalah agrararis. Negeri ijo royo-royo, negeri pulau kelapa yang amat subur, negeri dimana tongkat kayupun bisa tumbuh jadi tanaman.

Lalu apa yang salah ? Apakah kita harus kecewa kepada anak-anak kita yang tidak tertarik dengan pertanian ?

Tidak, anak-anak itu tidak bersalah, mereka bahkan bersikap begitu, mungkin karena menuruti kemauan orang tuanya. Orang tua yang kerjanya sebagai petani pun, konon tidak suka kalau anaknya kelak menjadi petani lagi seperti dia, karena menurut dia bekerja sebagai petani hanya sebagai takdir belaka, tidak ada yang dapat dibanggakan, banting tulang sehari-hari, belepotan dengan lumpur tanah, namun hasilnya jauh daripada cukup.

Terlebih lagi orang tua dikota, mana mau anaknya jadi petani, meskipun sesungguhnya mereka menyadari betapa akibat terlantarkannya pertanian Indonesia, urbanisasi kekota berduyun-duyun tiap tahun, akibatnya kota menjadi padat sesak sedangkan pedesaan jadi lengang.

Baik orang desa maupun orang kota lebih suka kalau anaknya kelak menjadi pegawai kantoran, negeri atau swasta. Bagi yang tidak dapat bersaing dikota-kota Indonesia ada yang terpaksa menjadi TKI , dan banyak yang menjadi TKI dibidang pertanian pula di Malaysia.

Kalau kita renungkan lebih mendalam sesungguhnya nasib petani kita yang terus miskin dan menderita itu, ibarat tikus mati didalam lumbung padi.

Seharusnya diatas tanah kita nan subur itu terbentang pertanian luas yang menghasilkan aneka macam hasil bumi yang dapat kita pergunakan sendiri.

Seharusnya pasar buah-buahan di super market dan tradisional jangan dipenuhi buah-buahan dari negeri lain, seharusnya gula, singkong, kedele, dll tidak pantas kita impor, malah pantasnya kita yang harus mengekspornya.

Lantas harus bagaimana selanjutnya ?

Pemerintah bersama rakyat dan juga para investor harus bekerja sama untuk menghidupkan pertanian Indonesia, sehingga hasilnya melimpah ruah untuk dikonsumsi sendiri atau diproses lebih lanjut menjadi produk turunan lewat industri manufaktur berbasis pertanian, untuk keperluan lokal dan sisanya diekspor.

Jika SDM yang kita miliki belum mampu, maka tidak ada salahnya memanfaatkan tenaga ekspatriat, sehingga para sarjana pertanian kita lebih tertantang untuk berkonpetisi, dan akhirnya study pertanian akan diminati lebih banyak oleh anak-anak kita dibelakang hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar