Senin, 23 November 2009

Lebih cepat, lebih baik.

Menghindari Jalur Lambat

Setelah mencoba bangkit dari krisis tahun 1997 dan disusul krisis keuangan global 2008, sebagai pemimpin negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cukup berhasil mengendalikan keadaan. Setidaknya terlihat dari stabilnya situasi politik dan ekonomi pada saat ini. Langkah Presiden SBY melakukan reformasi birokrasi hingga upaya pemberantasan korupsi telah menciptakan landasan yang kokoh bagi terciptanya pertumbuhan tinggi yang berkualitas dan berkelanjutan.

Meski demikian, bukan berarti masalah besar lainnya sirna. Beruntung, pemerintah menyadari hal itu. Lewat pergelaran National Summit atau Rembuk Nasional, pekan lalu pemerintah mencoba menampung beragam rekomendasi yang dijadikan sebagai masukan dalam program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Memang sudah saatnya pemerintah lebih fokus pada rencana aksi agar tidak kehilangan momentum dan meredupkan kembali optimisme. Pemerintah harus memiliki terobosan dan tidak sekadar melanjutkan program lima tahun lalu.

Menko Perekonomian yang baru berjanji akan bekerja habis-habisan membenahi sektor riil untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yang mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Target pertumbuhan ekonomi sekitar 7% pada 2014 pun diyakini bakal tercapai, meski sesungguhnya angka ini konservatif. Maklum, jika pemerintah bisa mengatasi bottle neck dalam perekonomian dan banyak terobosan, rasanya target itu tidak terlampau sulit dicapai.

Tentu kita sepakat bahwa kualitas pertumbuhan yang dicapai akan sangat mempengaruhi kemampuan mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Syarat keberhasilnnya, angka pertumbuhan harus lebih tinggi dari laju inflasi. Jika terbalik, dipastikan pengurangan angka kemiskinan tidak akan tercapai. Demikian pula, jika kualitas pertumbuhan yang dicapai lebih banyak ditopang oleh konsumsi daripada ekspor serta investasi dan sektor industri lebih padat modal, kemampuan menyerap pengangguran pun menjadi rendah.

Pemerintah juga harus memperkuat stabilitas sektor keuangan, termasuk pengelolaan moneter, yang diarahkan untuk menciptakan ruang yang lebih kondusif bagi perkembangan dunia usaha.

Investasi dalam beberapa tahun ini terindikasi kurang menggembirakan. Padahal, untuk menopang pertumbuhan ekonomi hingga 7% pada 2014, diperlukan investasi sekitar Rp 2.000 trilyun per tahun. Sementara itu, pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara hanya mampu mengisi sekitar 20%-nya. Sisanya, tentu dibutuhkan kucuran dana dari sektor usaha nasional (swasta dan BUMN) serta dana luar negeri.

Persoalan investasi memang sangat kompleks. Buruknya kondisi di sektor ini mendesak untuk segera dituntaskan. Semua hambatan yang menyumbat perekonomian itu akan menimbulkan ketidakpastian usaha dan investasi. Risiko bisnis yang tinggi akan membuat investor urung menanamkan modal. Sebaliknya, persoalan baru kini mulai muncul, seperti gonjang-ganjing perseteruan antara KPK, kepolisian, dan kejaksaan yang dampaknya makin meluas.

Salah satu rekomendasi yang terhimpun dari acara Rembuk Nasional lalu adalah terkait masalah hukum dan perundang-undangan. Ini menunjukkan betapa salah satu sumbatan paling serius adalah persoalan unsur-unsur dari institusi. Jika institusi penegak hukum tidak mampu menghadirkan rasa keadilan dalam masyarakat dan menumbuhkan keyakinan pengusaha, kita akan tetap di jalur lambat dengan pertumbuhan yang tidak berkualitas.

Pemerintah juga harus fokus mengatasi persoalan industri manufaktur yang kini memasuki fase deindustrialisasi secara berlanjut, yang bisa memperburuk daya saing industri dan ekspor. Sektor manufaktur dalam dua tahun terakhir tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi. Idealnya, pertumbuhan sektor ini lebih dari 7%, agar target ekonomi bisa tumbuh lebih dari 6%.

Kini saatnya Indonesia memperbaiki faktor-faktor yang memberi kemudahan dalam memulai bisnis, sehingga kebijakan dan program di bidang investasi akan semakin baik. Di luar faktor finansial, keterbatasan infrastruktur, dan masalah konsistensi penegakan hukum, sudah saatnya masalah pasokan energi listrik serta meningkatnya persaingan antarnegara segera diatasi, agar tidak menyulitkan Indonesia untuk menarik investasi asing.

Upaya mempercepat penyerapan anggaran dengan perbaikan mekanisme perencanaan dan mempercepat pembelanjaannya pun diharapkan ikut memberi andil yang tak sedikit, agar negeri ini terhindar dari jalur lambat pertumbuhan ekonomi. Semoga!

Sugiharto
Chairman of Steering Committee The Indonesian Economic Intelligence
[Perspektif, Gatra Nomor 1 Beredar Kamis, 12 November 2009]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar