Rabu, 25 November 2009

Mengejar Nilai Tambah Komoditi Kakao

Selasa, 24 November 2009 pukul 11:39:00
'Bangkitkan Industri Kakao Indonesia'

LUWU -- Menteri Pertanian Suswono mengatakan industri kakao harus dibangkitkan dari tidurnya. ''Indonesia adalah eksportir biji kakao nomor tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana,'' katanya di Luwu, Sulawesi Selatan, Senin (23/11).

Hal itu ia ungkapkan dalam sambutannya pada pencanangan Gerakan Nasional Kakao Fermentasi untuk Mendukung Industri Dalam Negeri. Dalam acara itu hadir Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Zaenal Bachruddin, Dirjen Perkebunan, dan Bupati Luwu Ade Mudzakkar.

Suswono mengatakan Indonesia masih sebatas sebagai eksportir biji kakao. Hal ini tentu tak memiliki nilai tambah karena belum diproses di industri. Untuk menunjukkan industri kakao tertidur, ia menyebut dari 16 unit industri kakao hanya tiga unit yang beroperasi. Lainnya, 3 unit berhenti total, 1 unit dalam perbaikan, dan 9 unit berhenti sementara.

Padahal disisi lain Indonesia menjadi importir kakao olahan. Karena itu ia mengatakan, ''Bila perlu tak ada lagi ekspor kakao dalam bentuk biji.'' Sedangkan negara-negara yang tak memiliki pohon kakao justru menjadi penikmat dari industri kakao.

Pada tahap awal, ia mendorong agar petani kakao melakukan sedikit sentuhan dengan mengenalkan proses fermentasi kakao. Yaitu proses pengeringan biji kakao dengan diperam terlebih dahulu dalam kotak tertutup. Setelah itu baru dijemur. Proses fermentasi ini akan menghasilkan biji kakao kering yang lebih sempurna dan menghasilkan cita rasa yang lebih baik serta aroma yang harum.

‘’Saat ini kakao menghasilkan 1.150 juta dolar (1,250 miliar rupiah) devisa, nomor tiga setelah kelapa sawit dan karet,’’ ujarnya. Ia berharap setelah fermentasi, devisa kakao meningkat jadi 2 miliar dolar per tahun.

Adapun Dirjen PPHP Zainal Bachruddin menyebutkan proses fermentasi akan memberi nilai tambah dan menaikkan daya saing biji kakao. Juga akan mendukung industri pengolahan dalam negeri. Menurutnya, pada 1968 luas kebun kakao hanya 12.855 ha, menjadi 1,5 juta ha pada 2008. Produksi kakao mencapai 721.780 ton pada 2008. nasihin, ed: budi r

(www.republika.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar