Rabu, 04 November 2009

Markus


Anggodo & Dahsyatnya Kekuatan Markus
Haiyya, Cincai Lah...
IM Sumarsono



Istilahnya Markus. Kependekan dari Makelar Kasus. Hampir di setiap institusi penegak hukum, ada. Tak nampak tapi menjebak.

Akhir tahun 2004, saat SBY memulai pemerintahannya dengan JK, agenda penting yang menjadi target taktis adalah memberantas korupsi. Sebab, di situlah kehancuran republik ini dimulai.

Lalu, muncullah tema parsial di institusi penegakan hukum. Yaitu: berantas Markus alis Makelar Kasus!

Inilah, yang berabad-abad terjadi di Indonesia. Dalam terminologi kontekstual, Makelar Kasus ini merujuk pada suatu penyelesaian masalah di luar jalur.

Artinya, setiap kasus harus mempunyai ketetapan hukum. Tapi, tidak semuanya bisa diproses. Alasannya macam-macam. Bisa karena personil, karena waktu, karena pengetahuan atau karena ada permainan.

Di situlah Markus bermain. Ketika ada orang nggak mau repot dengan urusan proses hukum, Markus yang ambil alih. Ketika aparat penegak hukum main mata, Markus yang menterjemahkan.

Markus ada dan berkuasa. Tapi, Markus tak pernah nyata. Dia bergerak seperti hantu: menakutkan, menyeramkan, meski banyak juga yang butuh untuk kepentingan menakut-nakuti orang.

Nah, dalam kasus Anggodo Widjojo, pengacara KPK, Trimoelja D Soerjadi menyebut apa yang terjadi pada rekaman itu sebagai praktik yang lazim disebut Markus.

Rekaman yang diperdengarkan oleh Mahkamah Konstitusi selama hampir 4,5 jam ke seluruh Indonesia, memang luar biasa.

Sederet nama-nama penting di negeri ini, disebut dengan gaya obrolan pinggir jalan Suroboyoan:

''Lha, koen wis menang siki...''

''Wooo... iso tak pateni engkok.''

Yang menarik adalah pembelaan Anggodo, yang menjadi bintang utama dalam rekaman itu. Bahwa, tak satupun diantara sekian puluh pembicaraan itu, ada suara pejabat yang diajak bicara.

''Yang pejabat cuma Pak Wisnu. Itu juga karena dia teman saya. Kami bicara sebagai teman,'' kata Anggodo.

Nah, itulah yang menjadi sudut penting dari pendapat hukum Trimoelja. Bahwa, realitas Markus itu, modusnya selalu begitu.

Punya banyak nama penting, punya banyak nomor telepon penting, juga dengan gayanya yang SKSD (Sok Kenal Sok Dekat), menyebut nama-nama itu.

Inilah, yang publik mesti memahami, bahwa apa yang terjadi atas Anggodo, dan bagaimana dia memainkan KPK, Polri, Kejaksaan Agung, memang bukan sebuah fenomena baru. Ini sudah terjadi beradab-abad, dimana ketika hukum menemui kebuntuan dan aparat main mata, maka Markus menjadi layanan siap saji yang efektif.

Jadi, jangan heran kalau kemudian muncul istilah yang banyak dikutip orang jika punya masalah dengan proses hukum.

Yaitu:''Haiyya, Cincai... lah! Atul sikik-sikik... Situ senang, owe tenang!''

Inilah yang harusnya menjadi target penting bagi penegakkan hukum Indonesia, bahwa Markus masih berkuasa dan merajelela. Bukan sekadar Kriminalisasi KPK.[/]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar