Rabu, 18 November 2009

Meningkatkan Investasi

Selasa, 17/11/2009 17:55 WIB
Optimalisasi Sukuk Sebagai Pintu Investasi
Irfan Syauqi Beik - suaraPembaca



Jakarta - Bangsa ini baru saja mengadakan forum National Summit pada tanggal 29-31 Oktober 2009 lalu. Meski pemberitaan kegiatan tersebut nampaknya masih kalah dengan pemberitaan konflik KPK versus Polri dan Kejagung namun forum tersebut telah menghasilkan sejumlah output yang diharapkan dapat menjadi acuan program kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II untuk 5 tahun ke depan.

Forum semacam ini merupakan sebuah wahana yang tepat untuk menjembatani komunikasi antar stakeholder bangsa ini. Mulai dari pemerintah, kalangan dunia usaha, akademisi, praktisi, LSM, dan masyarakat lainnya. Harapannya pemerintah akan mendapat masukan yang konstruktif dalam pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pada forum tersebut sejumlah isu ekonomi telah dibahas. Meski sebagian isu tersebut --sebagaimana dikatakan ekonom Sunarsip, merupakan pending matters sebelum KB Jilid I terbentuk yaitu antara lain percepatan pembangunan infrastruktur, kebijakan energi, serta revitalisasi industri dan transportasi. Untuk merealisasikan hal tersebut dibutuhkan modal yang sangat besar.

Menurut Menko Perekonomian Hatta Radjasa dibutuhkan sekurang-kurangnya investasi Rp 2 ribu triliun setiap tahunnya selama lima tahun ke depan. Jika ini bisa dicapai maka Indonesia bisa mencapai angka pertumbuhan ekonomi 7 persen setiap tahun sebagai upaya untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.

Dengan kapasitas pemerintah yang hanya sanggup menyediakan dana investasi 10-15 persen saja dari total yang dibutuhkan maka peran sektor swasta menjadi sangat vital. Dibutuhkan adanya lompatan strategi yang luar biasa dari pemerintah untuk memenuhi target tersebut.

Sebuah misi yang sangat berat --jika tidak ingin mengatakannya sebagai mission impossible. Oleh sebab itu pemerintah perlu memikirkan sejumlah instrumen alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan tersebut. Atau paling tidak mampu mengurangi beban masalahnya.

Salah satu yang sangat penting adalah instrumen ekonomi syariah yang bernama sukuk. Sangat disayangkan bahwa isu ekonomi syariah sama sekali tidak disinggung dalam pembahasan di forum national summit.

Menstimulasi Sektor Riil
Sebagaimana diketahui bersama Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara merupakan instrumen yang keberadaannya diatur oleh UU No 19/2008 dan Peraturan Pemerintah No 57/2008. Hingga saat ini pemerintah telah melakukan penerbitan SBSN dengan nilai total Rp 19,8 triliun.

Dengan perincian antara lain SBSN seri ijarah fixed rate, sukuk ritel, sukuk global, dan surat dana haji Indonesia (SDHI). Diharapkan melalui penerbitan sukuk negara ini sebagian defisit pembiayaan APBN dapat diatasi. Yang menarik dari penerbitan SBSN sebelum ini adalah investor yang berasal dari bank konvensional (27,01% prosentasenya lebih besar dari investor yang berasal dari bank syariah (9,66%).

Namun demikian penerbitan sukuk negara yang ada masih belum optimal di dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi dan dalam membuka lapangan kerja baru. Hal tersebut dikarenakan orientasi penerbitan sukuk negara belum pada upaya untuk mendorong pertumbuhan sektor riil perekonomian. Melainkan sekedar menambal defisit APBN.

Oleh karena itu orientasi tersebut harus dirubah karena pemerintah sesungguhnya bisa menjadikan sukuk negara sebagai gerbang investasi di sektor riil. Termasuk investasi dalam pembangunan infrastruktur.

Agar hal tersebut dapat dicapai maka penulis menyarankan agar penerbitan SBSN difokuskan sebagai sumber dana untuk pembangunan infrastruktur dan transportasi. Seperti jalan, bandara, pelabuhan, dan lain-lain. Diharapkan ada multiplier effect yang dapat menggerakkan perekonomian negara jika pembangunan fasilitas-fasilitas tersebut menjadi prioritas.

Atau bisa juga penerbitan SBSN tersebut diarahkan pada pembangunan industri yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Misalnya penerbitan SBSN untuk mengembangkan industri pengolahan hasil laut dan perikanan, dan lain-lain.

Intinya agar instrumen SBSN ini digunakan pada hal-hal yang lebih produktif dan memiliki dampak lebih signifikan terhadap perekonomian terutama sektor riil. Untuk mengoptimalkan instrumen SBSN ini ada beberapa hal yang harus dilaksanakan.
Pertama, tim ekonomi KIB II harus menjadikan ekonomi dan keuangan syariah sebagai bagian utama dari kebijakan ekonomi nasional. Meski tidak disinggung dalam national summit bukan berarti ekonomi dan keuangan syariah diabaikan.

Kedua, optimalisasi potensi dana dalam negeri untuk investasi. Dengan berkembangnya pasar obligasi, perusahaan asuransi, dan dana pensiun maka ketersediaan dana jangka panjang domestik semakin besar. Belum lagi ditambah dengan tingginya saving masyarakat yang mencapai angka 34% dari GDP kita. Sehingga, kehadiran SBSN diharapkan dapat menyerap dana yang ada.

Ketiga, diplomasi ekonomi. Terutama yang berorientasi untuk menarik investor Timur Tengah, harus terus menerus ditingkatkan. Bahwa selama ini diplomasi ekonomi kita ke Timur Tengah belum optimal. Padahal potensi dana mereka sangat besar.

Keempat, perlunya peningkatan kualitas manajemen pengelolaan SBSN. Terutama ketika dana yang didapat disalurkan pada pembangunan infrastruktur dan sektor-sektor produktif lainnya. Insya Allah, melalui upaya dan kebijakan yang terarah, sukuk negara bisa menjadi pintu investasi yang efektif dalam memajukan perekonomian nasional.

Irfan Syauqi Beik
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
Kandidat Doktor Ekonomi Syariah IIU Malaysia
Jalan Gombak Kuala Lumpur 53100 Malaysia
Email: qibeiktop@yahoo.com

(www.detik.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar